Jumat, 18 Maret 2016

Inikah Drama?

Kesempatan Emas

---

 "Loh...loh... ini kenapa nih kok motornya goyang-goyang gini? Padahalkan jalanannya  bagus." Keluh Anjani tanpa mengetahui ban motornya bocor, Anjani memilih untuk menepikan motornya.
 "Ah sial banget hari ini. Kenapa sih pake acara ban bocor begini?" Umpat Anjani, ia pun menendang ban motornya dan hal itu membuat kakinya merasa sakit, Anjani nyengir kesakitan. Dengan terpaksa, Anjani pun membawa motornya ke bengkel terdekat. Meskipun sebenarnya jaraknya cukup jauh.
 "Pak, ini bannya bocor. Kalau dibenerin kira-kira lama nggak Pak?" Tanya Anjani dengan napas sedikit ngos-ngosan.
 "Tergantung, coba saya lihat dulu ya Mbak," jawab pak bengkel. Beberapa detik kemudian.
 "Oh ini kayaknya kena paku Mbak, kira-kira kalau dibenerin butuh waktu 15 menitan." Sambung pak bengkel.
 "Oh gitu Pak, yaudah tolong dibenerin ya Pak. Tapi kalau aku ngambilnya nanti pulang sekolah bisa nggak? Titip dulu gitu, boleh nggak Pak? Soalnya ini aku udah hampir telat ke sekolahnya." Tanya Anjani.
 "Iya, bisa kok. Nanti bengkel saya tutupnya jam 3 sore Mbak." Timpal pak bengkel.
 "Yaudah Pak. Makasih ya Pak, mari..."  ucap Anjani dan langsung bersiap untuk pergi. Saat ia akan berlari, tiba-tiba...
 "Eh Jani!" Seorang pria tampan menepikan motornya dan menghampiri Anjani. Anjani memang kerap dipanggil dengan Jani. Karena namanya yang panjang, teman-temannya lebih menyukai untuk meringkas namanya menjadi Jani.
 "Ban motor kamu kenapa? Bocor ya? Bareng aku aja yuk?" Tawar Endy. Anjani tidak kunjung menjawab. Ia lebih memilih untuk menunduk.
 "Kok malah diem aja sih? Ini udah hampir bel masuk sekolah loh," tanya Endy lagi karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Anjani.
 "Ee..ee..nggak usah En, aku jalan kaki aja. Lagian bentar lagi juga udah mau sampai di sekolah." Jawab Anjani dengan gugup.
 "Beneran? Kamu nggak takut telat? Ini udah jam 06.54 loh." Tanya Endy memastikan seraya melihat jam tangannya.
 "Nggak papa, kamu duluan aja." Jawab Anjani dengan senyum canggung.
 "Ya udah deh, aku duluan ya..." ucap Endy yang langsung menyalakan motor merahnya dan meninggalkan Anjani.  Setelah Endy menjauh. Anjani bergegas lari sekencang-kencangnya. Saat berlari, dia berfikir telah melakukan hal seperti yang orang bodoh lakukan. Melewatkan kesempatan emas hanya karena kegugupan yang menyebalkan.
 "Aaah...bodo kamu Jan!" Kesal Anjani yang memukul-mukul kepalanya karena kesal. Ia berlari sekencang-kencangnya sambil melihat jam tangannya sesekali.

 Gerbang ditutup tepat 5 detik sebelum Anjani sampai. Anjani sudah berlari dengan cepat namun tetap terlambat.
 "Aaah.. ada apa dengan hari ini? Kenapa sial banget sih?!" Keluh Anjani. Beberapa detik kemudian ada sekitar 4 murid yang juga telat hari ini. 5 menit kemudian gerbang sekolah dibuka.
 "Ayo masuk. Kalian dihukum! Ambil sapu, bersihkan halaman sekolah!" Perintah pak Rudi selaku guru pengawas , mukanya garang dan seram.
 "Iya Pak," jawab murid-murid agak ketakutan. Lalu murid-murid yang telat bergegas mengambil sapu serta alat-alat lainnya. Anjani mendapatkan sapu, ia pun siap untuk membersihkan halaman sekolah yang tidak terlalu kotor karena sudah dibersihkan oleh pak kebun. Setelah cukup lama membersihkan halaman sekolah bersama siswa lainnya, Anjani memilih untuk istirahat sebentar. Tanpa disangka, Endy lewat di depan Anjani yang hanya berjarak kurang lebih 3 meter, membuat mata Anjani tak berhenti memandangi wajah manisnya. Dewi fortuna sedang memihaknya kali ini, pikir Anjani. Saat punggung Endy perlahan mulai menghilang, Anjani tersadar dan mulai meletakkan sapu pada tempatnya lalu menuju ke kelasnya. Sepertinya Endy tidak menyadari keberadaan Anjani.

 "Assalamu'alaikum..." salam Anjani kepada ibu guru serta teman-temannya. Anjani bergegas menyalami ibu guru.
 "Wa'alaikumsalam..." jawab teman-teman Anjani serentak.
 "Maaf Bu, saya telat. Tadi tiba-tiba ban motor saya bocor." Terang Anjani kepada bu guru.
 "Ya udah, nggak papa. Udah dibenerin kan? Kamu silahkan duduk terus buku paketnya dibuka halaman 46." Tanya ibu guru sekaligus memberikan perintah.
 "Alhamdulillah sudah Bu, baik Bu" jawab Anjani. Pelajaran matematika dilanjutkan. Ibu guru menulis beberapa soal di papan tulis.
 "Jani, kamu kerjakan nomer 1 ya?" Ucap ibu guru memberi perintah.
 "Baik bu," jawab Anjani seraya maju menuju papan tulis. Anjani dapat menyelesaikan soalnya dengan mudah. Saat akan kembali ke bangkunya, Endy lewat di depan kelas Anjani bersama teman-temannya. Endy sedang menuju ke lap komputer yang kebetulan jalan satu-satunya hanya melalui kelas Anjani. Anjani terpaku melihat Endy yang berlalu.
 "Jani, kamu kenapa malah berdiri di situ? Cepat duduk!" Perintah bu guru. Anjani bergegas duduk di bangkunya.
 "Siska, kamu kerjakan soal nomer 2." Sambung bu guru.

 Tet...tet...tet... bel berbunyi tiga kali, ini menandakan istirahat dimulai. Anjani termenung di mejanya. Pikirannya melayang memikirkan kejadian tadi pagi. Saat Endy, cinta pertamanya yang tiba-tiba menawarinya tumpangan. Tanpa sadar Anjani senyam-senyum sendiri. Hatinya sangat bahagia, namun ia juga menyesal karena telah melewatkan kesempatan emas itu. Saking senangnya, Anjani melupakan perutnya yang sudah mulai keroncongan. Anjani tidak menyadari teman-temannya sudah ke kantin terlebih dahulu. Setelah sadar...
 "Loh! Pada kemana nih? Kok aku ditinggalin sendiri?" Tanya Anjani pada dirinya sendiri. Sebenarnya teman-teman Anjani sudah mengajaknya ke kantin, namun karena tidak dihiraukan oleh Anjani, mereka memilih untuk meninggalkan Anjani.  Anjani terlalu asik dengan pikirannya tentang Endy, sehingga ia mengabaikan teman-temannya.

 Anjani bukan termasuk anak populer di sekolahnya. Dia hanya anak yang biasa saja. Anjani suka membaca novel, hal itu menyebabkan penglihatannya harus dibantu oleh kacamata. Anjani sangat menyukai pelajaran matematika, ketika ulangan pun ia selalu mendapatkan nilai yang bagus. Anjani mempunyai satu sahabat yang sudah hampir 6 tahun bersamanya. Mereka satu angkatan namun tidak satu kelas. Teman Anjani banyak, namun bukan untuk sahabat. Hanya ada satu sahabatnya di dunia ini, yaitu Zahra.  Dan Endy adalah cinta pertamanya, sudah hampir tiga tahun Anjani mengamati setiap gerak-gerik Endy secara diam-diam.

 "Ya udahlah, terpaksa aku ke kantin sendiri." Ucap Anjani seraya bergegas menuju kantin. Tanpa disangka Anjani berpapasan dengan Endy. Jantung Anjani berdegup sangat kencang. Mata mereka tidak saling bertemu, karena Anjani memilih untuk menunduk atau lebih tepatnya menghindari mata Endy karena malu. Setelah Endy menjauh, Anjani langsung berbalik dan menatap kepergian Endy.
 "Ih... aku bodoh banget sih! Jelas-jelas tadi Endy lewat di depan aku. Kenapa aku malah menghindar seperti pengecut gini?!" Kesal Anjani pada dirinya sendiri. Ia meremas-remas roknya karena kesal.

 Aku seperti anak SMA lainnya, menyukai lawan jenis seperti kebanyakan remaja. Kisahku sangat indah untuk dilalui, meskipun harus ada air mata tapi aku tetap menjalaninya dengan senang hati, karena sahabat selalu menguatkan aku. Aku memilih untuk menyukai pria secara diam-diam, karena aku takut jika rasa ini terungkap maka akan terjadi banyak perubahan. Perubahan yang sangat aku takutkan. Aku takut dihindari, aku takut dibenci, aku takut saling merasa canggung, aku takut sakit hati saat perasaanku bertepuk sebelah tangan dan banyak lagi ketakutan-ketakutan. Aku wanita yang sepantasnya hanya bisa menunggu, seperti wanita penakut lainnya. Aku tidak berani mengungkapkan isi hati karena aku menjaga gengsiku. Meskipun di luar sana banyak wanita yang berhasil mengungkapkan perasaannya, namun aku tidak seberani mereka.

Bersambung...

*Bukan kisah nyata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar